Langsung ke konten utama

Sosialisasi





Sosialisasi
Secara sederhana sosialisasi dapat diartikan sebagai proses belajar bagi seseorang atau kelompok orang selama hidupnya untuk mengenali pola pola hidup, nilai nilai dan norma sosial agar ia dapat berkembang menjadi pribadi yang bisa diterima oleh kelompoknya. Sementara menurut Karel J. Veeger
sosialisasi sebagai suatu proses belajar mengajar, melalui individu belajar menjadi anggota masyarakat, dimana prosesnya tidak semata mata mengajarkan pola pola perilaku social kepada individu, tetapi juga individu tersebut mengembangkan dirinya atau melakukan proses pendewasaan dirinya”.[1]
Sedangkan Robet Lawang membagi sosialisasi menjadi dua macam yaitu[2].
1.      Sosialisasi Primer
Sosialisasi primer yaitu proses sosialisasi dimana seseorang masih balita. Pada fase ini, seorang anak dibekali pengetahuan tentang orang-orang yang berada dilingkungan sosial sekitarnya melalui interaksi, seperti ayah, ibu, kakak, dan anggota keluarga lainnya. Ia dibekali pengetahuan untuk mengenali tentang dirinya seperti siapa namanya, identitas dirinya, yaitu membedakan siapa dirinnya dan orang lain. Di masa itu peran orang-orang di sekelilingnya sangat diperlukan, terutama untuk membentuk karakter anak diusia selanjutnya khususnya berkaitan dengan bimbingan tata kelakuan pada anak, agar nantinya anak tersebut memiliki kepribadan dan peran yang benar hingga mampu menempatkan dirinya di lingkungan sosial terutama menempatkan hak dan kewajiban.  pada tahap ini seorang anak akan melakukan imitasi terhadap apa yang ada dilingkungannya.
Imitasi adalah tindakan manusia untuk meniru tingkah pekerti orang lain yang berada di sekitarnya. Imitasi banyak dipengaruhi oleh tingkat jangkauan indranya, yaitu sebatas yang dilihat, didengar dan dirasakan.[3]


2.   Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi sekunder berlangsung setelah sosialisasi primer, yaitu semenjak usia 5 tahun hingga selama hidupnya. Jika proses sosialisasi primer didominasi peran keluarga sangat kuat, akan tetapi dalam sosialisasi sekunder proses pengenalan akan tata kelakuan adalah lingkungan sosialnya, seperti teman sepermainan (peer group), teman sejawat, sekolah, orang lain yang lebih dewasa hingga pada proses pengenalan adat istiadat yang berlaku di lingkungan sosialnya. Dalam proses ini seorang indifidu akan memperoleh berbagai pengalaman dari lingkungan sosial yang bisa saja terdapat perbedaan bentuk atau pola pola yang ada di antara lingkungan sosial dan keluargannya.




[1] Idianto M., pengantar Sosiologi, Erlangga, Jakarta, 2004, hlm. 115
[2] Elly M. Setiadi dkk, Pengantar sosiologi pemahaman fakta dan gejala permasalahan social, teori, Aplikasi dan Pemecahannya.Kencana, Jakarta, 2011, hlm. 165-166
[3] Elly M Stiadi. Op. cit,. hal. 67
sumber gambar :http://www.dosenpendidikan.com/wp-content/uploads/2016/04/Pengertian-Jenis-Dan-Tipe-Sosialisasi-Dalam-Masyarakat-Dan-Keluarga.png

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Pertanyaan Penting Untuk Menjadi Sociopreneur

Sociopreneur atau wirausaha sosial merupakan bentuk dari suatu upaya dari organisasi ataupun perusahaan agar bisa memberikan dampak sosial dan bukan hanya sekedar mencari keuntungan semata Memulai social enterprise hampir sama dengan memulai usaha atau membangun perusahaan sendi di bidang apapun. Bedanya, biasanya untuk socieopreneur  kita bisa memulai dengan 5 pertanyaan ini sebelum kemudian turun dan memutuskan menjadi seorang sociopreneu r : Apakah masalah sosial yang membuat kita ingin membangun social enterprise? Bagaimana proses pemberdayaan yang akan kita lakukan bersama masyarakat untuk mendukung pemecahan masalah sosial tersebut? Apa saja prinsip bisnis etis yang akan kita implementasikan? Apakah kita bisa melihat kegiatan ini sebagai sesuatu yang berkelanjutan dalam jangka panjang, atau hanya menjadi proyek idealis saja? Akan seperti apakah dampak sosial dari social enterprise kita ini? Nah, jika tertarik mulai membangun soci

Teori Sistem Sosial

Teori system sosial menjelaskan tentang dinamika oganisasi dalam istilah-istilah dari jaringan sosial- hubungan dan interaksi orang didalam dan diuar organisasi. Blau dan Scott (1962) mengenalkan dua prinsip dasar yang membantu mendefinisikan sistem sosial. Salah satunya adalah susunan hubungan-hubungan sosial, atau pola-pola dari interaksi-interaksi sosial didalam sistem sosial.. Yang lain adalah budaya, atau nilai-nilai kebersamaan dari orang-orang di dalam sistem sosial. Hal ini berguna untuk mengingat bahwa susunan hubungan sosial dan budaya dari organisasi dapat dilihat secara formal, informal atau holistik. Struktur sosial ditentukan oleh jenis interaksi sosial, antara orang dengan berbagai status dalam organisasi. Tindakan Sosial mengacu pada jenis dan tingkat interaksi di antara mereka dalam sebuah organisasi, apakah mereka lebih tinggi, rendah, atau berorientasi pada teman sebaya. Misalnya, penting untuk dicatat bagaimana-sering dan panjangnya orang bercakap-cakap satu de

Teori Struktural Fungsional

Struktural Fungsional Teori fungsional memiliki asumsi utama, yaitu melihat masyarakat sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat subsistem, keseluruhan subsistem tersebut memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. Menurut aliran struktural fungsional (parson), bahwa pranata-pranata utama dalam setiap kebudayaan hubungan satu dengan yang lain dan memiliki fungsi khusus dalam hubungan satu dengan yang lain .   Setiap pranata (termasuk sistem kekuasaan) penting untuk berfungsi secara normal dimana kebudayaan pranata itu berada   untuk melanjutkan eksistensisnya. Talcott parson dan edwar A shils mengatakan yang dimaksud dengan sistem sosial dapat digambarkan sebagai   “a system of interactive relationship of a plurality of individual actors” sementara itu Hugo F. Reading mentakan bahwa sistem sosial biasanya digambarkan sebagagai “a system if social elements” . Sedangkan Thomas Fourd Hold mengatakan bahwa sistem sosial adalah “the totality of relationship of involved indiv