Langsung ke konten utama

Posisi Ilmuan Sosiologi Dalam Pembangunan Indonesia



Dunia Pendidikan di Indonesia harus bisa menghadapi rintangan dan tantangan baik secara lokal, nasional maupun global. Hal ini penting karena aktivitas dunia pendidikan di Indonesia tidak boleh berorientasi pada liberalisasi dan hanya menjadi pemasok pekerja pada perusahaan-perusahaan yang diciptakan oleh proses ekonomi pasar nasional maupun global. Pendidikan harus mencerahkan, mensejahterakan, dan membentuk manusia unggul (cerdas, berkualitas, kreatif, dan berkarakter).

Jika melihat realitas saat ini, pendidikan yang berkembang dan dikembangkan hanya sebagai kegiatan bisnis dan komoditas yang orientasinya hanya untuk tujuan ekonomi dan kapital. Sekarang cobalah bertanya pada diri kita sendiri, Seharusnya dalam pengembangan pendidikan kita mengikuti kebutuhan pasar (ekonomi dan kapital) atau pengembangan pendidikan menjadi pionir perkembangan peradaban (pasar yang mengikuti perkembangan pendidikan)? Sehingga pengutamaan pendidikan karakter dan akhlak tidak terabaikan. Kalau Pengembangan pendidikan mengikuti kebutuhan pasar, lembaga pendidikan akan terperangkap dalam nilai-nilai pragmatisisme dan komersialisasi, pendidikan bermutu hanya untuk kelas atas, dan menjadi alat kapital. Sehingga pendidikan akan mengabaikan esensi mendidik serta membangun karakter dan akhlak generasi penerus bangsa.

Menurut Fakih (2007) dalam konsep pendidikan kritis yang digagasnya, harus mengkaitkan antara pendidikan dan pemberdayaan; pendidikan dan kesadaran kritis; serta pendidikan dan Humanisasi. Pertama, yang dimaksud dengan pendidikan dan pemberdayaan adalah seorang sarjana sosiologi harus bisa mendampingi/memfasilitasi masyarakat agar mereka lebih sejahtera dan mandiri. Kedua, yang dimaksud dengan pendidikan dan kesadaran kritis adalah seorang sarjana sosiologi harus sadar bahwa pendidikan adalah sarana pembebasan dan proses dalam membangkitkan kesadaran kritis sebagai syarat memanusiakan manusia, bukan sebaliknya. Ketiga, yang dimaksud dengan pendidikan dan humanisasi adalah seorang sarjana sosiologi tidak boleh hanya diam saja ketika melihat penindasan karena pendidikan pada dasarnya diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup.

Pendidikan harus bisa memanusiakan manusia, untuk semua, dan mengawal perkembangan peradaban. Pertanyaannya bagaimana orientasi kurikulum sosiologi di Indonesia? Dimana posisi lulusan sarjana sosiologi di Indonesia?. Semua mahasiswa sosiologi harus sadar, jangan mau hanya dikenalkan kepada tokoh sosiologi barat, pembelajaran lebih banyak porsi teori dari pada membaur di masyarakat, dan skripsinya jika mahasiswa pendidikan sosiologi hanya diperbolehkan penelitian mengenai pendidikan. Bagaimana ilmu sosiologi di Indonesia akan berkembang dan menemukan kekhasannya, kalau mahasiswa tidak dikenalkan dan diajak menghargai karya tokoh sosiologi Indonesia. Jika berbicara realitas hasil dari pendidikan yang seperti itu, mayoritas para lulusan sarjana sosiologi tidak berposisi sebagai sosiolog, pengajar sosiologi, peneliti, atau aktivis tapi berkerja pada perusahaan kapital.

Pendidikan Profetik yang dikembangkan oleh para ahli pendidikan di Indonesia bisa menjadi pilihan arternatif bagaimana mengembangkan pendidikan di Indonesia. Istilah Ilmu Sosial Profetik dipopulerkan oleh Ilmuan Sosial Indonesia yaitu Kuntowijoyo, menurut Kuntowijoyo dalam Jurdi (2013:251) istilah profetik berasal dari bahasa Inggris prophetical yang mempunyai makna kenabian atau sifat yang ada pada dalam diri seorang Nabi, yaitu sifat Nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan, membimbing masyarakat ke arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan penindasan.

Seharusnya kurikulum dan sistem pendidikan bersifat menghidupkan dan membebaskan umat dari ketertindasan, kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan. Tujuan utama pendidikan adalah membangun kesadaran, pembangunan kepribadian yang utuh (Sehat Jasmani dan Rohani). Sekali lagi mahasiswa, guru, dosen, dan semua kalangan harus sadar bahwa aktivitas pendidikan yang berorientasi pada penumpukan modal (kapital) harus kita rubah.  

Guru SMA tidak hanya mengajarkan sosiologi secara teoritik saja, tapi ajarkan peserta didik untuk membaur dengan masyarakat disekitarnya, lakukan pembelajaran diluar kelas, dan berikan tugas mingguan untuk menulis tentang realitas lingkungannya. Dosen harus mengenalkan tokoh sosiologi Indonesia dan bersama-sama mencari kekhasan sosiologi Indonesia dengan melakukan penelitian lanjutan dari temuan para tokoh Sosiologi Indonesia. Lakukan pengabdian masyarakat agar bisa memberikan porsi yang lebih banyak kepada mahasiswa untuk membaur dengan masyarakat. Dengan cara-cara tersebut budaya literasi akan meningkat, budaya membaca akan meningkat, dan profesi sebagai peneliti di Indonesia akan dihargai.

Para sarjana sosiologi harus berani berkerja sebagai pegiat sosial, berkerja sebagai peneliti, dan membuat jurnal atau penerbitan yang berfokus pada perkembangan keilmuan di Indonesia. Dengan semua menghargai karya tokoh Sosiologi indonesia, mengkritisi, meneruskan penelitian dan mengembangkan gagasannya para Peneliti dan Ilmuan akan sejahtera. Dengan gerakan bersama diatas kita akan mempunyai ilmu sosiologi yang memiliki kekhasan Indonesia dan permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia akan memiliki pemecahan masalah yang lebih tepat.                                                                   
                                
Daftar Pustaka
Fakih,M.,dkk.2007. Pendidikan Populer Membangun Kesadaran Kritis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jurdi, S. 2013. Sosiologi Nusantara Memahami Sosiologi Integralistik. Jakarta: Kencana Prenada Group.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Sistem Sosial

Teori system sosial menjelaskan tentang dinamika oganisasi dalam istilah-istilah dari jaringan sosial- hubungan dan interaksi orang didalam dan diuar organisasi. Blau dan Scott (1962) mengenalkan dua prinsip dasar yang membantu mendefinisikan sistem sosial. Salah satunya adalah susunan hubungan-hubungan sosial, atau pola-pola dari interaksi-interaksi sosial didalam sistem sosial.. Yang lain adalah budaya, atau nilai-nilai kebersamaan dari orang-orang di dalam sistem sosial. Hal ini berguna untuk mengingat bahwa susunan hubungan sosial dan budaya dari organisasi dapat dilihat secara formal, informal atau holistik. Struktur sosial ditentukan oleh jenis interaksi sosial, antara orang dengan berbagai status dalam organisasi. Tindakan Sosial mengacu pada jenis dan tingkat interaksi di antara mereka dalam sebuah organisasi, apakah mereka lebih tinggi, rendah, atau berorientasi pada teman sebaya. Misalnya, penting untuk dicatat bagaimana-sering dan panjangnya orang bercakap-cakap satu de

Teori Struktural Fungsional

Struktural Fungsional Teori fungsional memiliki asumsi utama, yaitu melihat masyarakat sebagai suatu sistem yang di dalamnya terdapat subsistem, keseluruhan subsistem tersebut memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. Menurut aliran struktural fungsional (parson), bahwa pranata-pranata utama dalam setiap kebudayaan hubungan satu dengan yang lain dan memiliki fungsi khusus dalam hubungan satu dengan yang lain .   Setiap pranata (termasuk sistem kekuasaan) penting untuk berfungsi secara normal dimana kebudayaan pranata itu berada   untuk melanjutkan eksistensisnya. Talcott parson dan edwar A shils mengatakan yang dimaksud dengan sistem sosial dapat digambarkan sebagai   “a system of interactive relationship of a plurality of individual actors” sementara itu Hugo F. Reading mentakan bahwa sistem sosial biasanya digambarkan sebagagai “a system if social elements” . Sedangkan Thomas Fourd Hold mengatakan bahwa sistem sosial adalah “the totality of relationship of involved indiv

Analisis Cinta Menurut Teori Sosiologi

Kerangka Konsep Sosiologi untuk Membingkai Cinta Sosiologi merupakan ilmu yang mengkaji masyarakat, baik meliputi proses sosial, nilai dan norma sosial, kelompok sosial, dan lain sebagainya yang terdapat dalam masyarakat. Masyarakat menjalain hubungan timbal balik individu dengan individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok yang bersifat asosiatif maupun disosiatif. Konsep asosiatif mengarah pada proses penyatuan individu dan kelompok dalam suatu masyarakat yang satukan oleh perasaan afeksi (kasih sayang), afeksi dapat juga diartikan sebagai kategori cinta. Namun cinta tidak bisa dikatakan sebagai kasih sayang, buktinya ucapan cinta kadang membuat sakit hati dan saling membenci. Cinta dalam makna normatif berarti ungkapan kasih sayang dari seseorang diwujudkan dalam bentuk afeksi dan proteksi. Pewujudan afeksi sudah jelas bentuknya berupa kasih sayang, namun perwujudan proteksi yang diartikan melindungi kadang disalahlakukan sebagai koersif a